Ilustrasi eksplorasi proyek hulu migas – – Foto: dok Medcom
Jakarta: Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional sebesar satu juta barel per hari (bph) untuk minyak, dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (bcfd) untuk gas di 2030.
Kendati banyak pihak yang memicingkan mata mendengar target ambisius tersebut, peningkatan produksi tetap harus diupayakan. Wakil Kepala Satuan Khusus Kegiatan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman mengatakan tren konsumsi migas akan terus meningkat di masa mendatang, kendati saat ini terjadi transisi energi yang lebih ramah lingkungan atau disebut energi baru terbarukan (EBT).
Menurut Fatar, Indonesia masih sangat konservatif dalam menggunakan energi fosil tidak terkecuali migas. Apalagi harga kendaraan listrik yang diklaim menggunakan energi yang lebih bersih pun masih amat mahal dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).
Apalagi minat masyarakat terhadap kendaraan fosil masih cukup tinggi lantaran menunggu adanya insentif pembebasan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) 100 persen.
“Jadi secara tren konsumsi kita kalau untuk migas pasti walaupun presentasi secara bauran energi turun, tapi 2050 secara volume itu naik. Artinya memang kita masih butuh energi fosil,” kata Fatar dalam webinar menjaga keandalan operasi Wilayah Kerja Rokan, Kamis, 22 Juli 2021.
Senada, mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini pun meyakini migas masih akan menjadi sumber utama energi ke depannya meskipun terjadi transisi energi. Ia bilang bukan berarti dirinya tidak mendukung kehadiran dan pengembangan EBT.
Namun, menurut Rudi, EBT tidak bisa mengambil alih peran migas di tanah air. Ia menyebut misalnya kebutuhan atau konsumsi migas 1,8 juta barel setara minyak per hari. Ia bilang 50 persennya pun belum bisa digantikan oleh EBT, kecuali dengan menggunakan nuklir.
Meskipun berada di daerah tropis, butuh lahan yang luas untuk menangkap cahaya matahari agar hasilnya optimal. Rudi bilang beda halnya dengan migas yang lebih praktis dalam menggunakan lahan.
“Kita welcome dengan EBT, tetapi kita tahu secara teknis operasi enggak mungkin EBT menggantikan migas, yang ada cuma subtitusi,” ujar Rudi.
Dia pun mengilustrasikan kendati di masa mendatang pemerintah mendorong penggunaan mobil listrik, energi fosil masih sangat dibutuhkan untuk menggerakkan pembangkit listrik.
“Memang penggunaan fuel langsung ke mobil berkurang. Tapi mobil itu harus disetrum, setrumnya dari listrik, listriknya tetap dari fuel, dari minyak, dari coal, dari gas. Artinya kebutuhannya tetap dari migas,” tambah Rudi.
Strategi tingkatkan produksi
Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKK Migas bidang Operasional Nanang Abdul Manaf mengatakan dalam rencana jangka panjang yang disusun SKK, setidaknya ada empat strategi tau faktor yang berkontribusi signifikan untuk mencapai target tersebut.
Pertama menjaga produksi di lapangan existing agar tidak turun signifikan. Berdasarkan data SKK Migas hingga semester I produksi minyak siap jual (lifting) tercatat mencapai 666,7 barel per hari (bph). Diakui Nanang angka ini memang mulai turun (decline). Maka dari itu kegiatan seperti work over, work service, work intervention dan reaktivasi terus digalakkan.
“Memang tidak signifikan mendongkrak produksi tapi mempertahankan decline,” ujar Nanang.
Salah satu lapangan yang menjadi tulang punggung produksi minyak nasional selama 70 tahun yakni Blok Rokan. Berbagai upaya dilakukan untuk menahan laju penurunan setelah masa alih kelola Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke Pertamina.
Bahkan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sebagai operator baru nantinya berupaya untuk dapat mengantarkan peningkatan produksi di blok raksasa tersebut. Meski telah disedot selama puluhan tahun, blok tersebut dipercaya masih memiliki potensi cadangan dalam bentuk unconventional. Blok Rokan memiliki 10 ribu sumur. Namun yang beroperasi saat ini sekitar 8.000-an sumur.
Setelah masuk di Agustus 2021, PHR akan mengebor 161 sumur di sisa waktu hingga Desember 2021. Pengeboran ini melanjutkan yang telah dilakukan CPI sebelumnya. CPI menargetkan untuk mengebor 192 sumur, namun diperkirakan 70 sumur di antaranya belum bisa diselesaikan hingga alih kelola. Oleh karenanya sisa sumur yang ada akan dilanjutkan oleh PHR.
Direktur Utama PHR Jaffe A Suardin optimis dengan semangat tersebut di awal pengelolaan Pertamina, maka akan bisa meningkatkan sumbangan bagi produksi minyak nasional yang saat ini sebesar 24 persen dari Blok Rokan.
Kedua, melalui kegiatan pengembangan lapangan migas (undeveloped discovery). Ia mengatakan banyak proposal pengembangan (plan of development/PoD) yang telah ditandatangani. Memang diakui Nanang PoD-PoD tersebut saat ini menemui hambatan akibat pandemi. Sebab pada saat ditandatangani, harga minyak saat itu masih tinggi sekitar USD80 per barel.
Sementara pandemi meluluhlantakkan harga minyak ke level terendah sehingga otomatis, membuat biaya pengembangan lapangan kini menjadi tidak ekonomis. Meski saat ini harga minyak kembali mengalami peningkatan. Namun menurut dirinya, butuh berbagai macam insentif yang telah disiapkan dan akan terus diperbaharui untuk menggairahkan perusahaan agar merealisasikan PoD dan investasinya.
Ketiga, dengan bantuan enhance oil recovery (EOR). Menurut beberapa riset, EOR dipercaya mampu meningkatkan produksi minyak. Keempat yakni masif menggairahkan eksplorasi. Meskipun memang perlu waktu panjang, namun tanpa eksplorasi maka jangan harap produksi akan bertambah.
Lebih jauh, Nanang mengatakan ibarat menabung di bank dan menarik via ATM, apabila tidak ada uang yang disetorkan, maka ATM tidak akan mampu mengeluarkan uang. Demikian juga dengan migas, tanpa adanya eksplorasi maka tidak akan bisa menemukan cadangan baru dan meningkatkan produksi.
“Bagaimana kita akan meningkatkan produksi kalau kita nggak pernah eksplorasi,” jelas Nanang.
Potensi untuk eksplorasi di tanah air masih sangat terbuka lebar, sebab dari 128 cekungan migas, baru 54 yang dieksplorasi dan 18 di antaranya telah berproduksi. Namun masih ada 74 cekungan yang belum tersentuh dengan potensi cadangan minyak 7,5 miliar barel.
Oleh: Suci Sedya Utami
Source: https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/GKdJO5rb-ri-kejar-mimpi-pacu-produksi-migas