Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Air Products & Chemicals Inc. (Air Products) memastikan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) senilai US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 triliun terus berlanjut untuk mengurangi ketergantungan pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Kepastian berlanjutnya proyek gasifikasi tersebut ditandai dengan penandatangan Amandemen Perjanjian Kerja Sama Pengembangan DME antara Pertamina, PTBA dengan Air Products yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat dan Jakarta, Indonesia, hari ini, Selasa (11/5/2021).
Penandatanganan amandemen perjanjian ini dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto dan President & CEO Air Products Seifi Ghasemi, yang disaksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Pada kesempatan yang sama, juga dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengolahan DME yang menjadi bagian dari kerja sama pengembangan DME tersebut.
Menteri BUMN Erick Thohir menyambut baik kerja sama ini dan mengatakan hal ini sejalan dengan upaya mewujudkan ketahanan energi dan penguatan ekonomi hijau di Indonesia, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo.
“(Kerja sama) ini merupakan wujud dari eratnya hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat. Gasifikasi batu bara memiliki nilai tambah langsung pada perekonomian nasional secara makro, karena sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor, juga transformasi ke green economy serta energi baru dan terbarukan. Kerja sama gasifikasi batu bara bisa menghemat cadangan devisa hingga 9,7 triliun rupiah per tahun dan menyerap 10 ribu tenaga kerja,” papar Erick, seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (11/05/2021).
Senada dengan ucapan Erick, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan proyek ini sejalan dengan arahan Presiden melalui Grand Strategi Energi Nasional yakni transisi energi, green energy, dan circular energy menjadi prioritas.
“Pertamina sebagai BUMN telah memformulasikan kembali strategi yang sejalan dengan arahan pemerintah dalam pencapaian target bebas impor LPG pada tahun 2027 dan penurunan emisi karbon di tahun 2030,” ungkap Nicke.
Selain itu, Nicke menuturkan Pertamina juga memahami bahwa pengembangan dan produksi DME ini berkaitan dengan isu lingkungan. Karenanya, sesuai arahan pemerintah, Pertamina akan menjalankan proyek DME secara paralel dengan proyek Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), sehingga isu mengenai emisi karbon dapat ditekan hingga mencapai 45%.
Pada kesempatan yang sama, Pertamina juga menjajaki potensi kerja sama dengan ExxonMobil terkait CCUS. Diharapkan, melalui penerapan CCUS ini, emisi yang dihasilkan dari proses gasifikasi dapat digunakan untuk peningkatan produksi di sumur-sumur tua, sehingga mendorong terwujudnya ekonomi hijau untuk proyek-proyek sejenis.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suryo Eko Hadianto menambahkan, para pihak yang terlibat dalam penandatanganan pada hari ini akan bekerja keras untuk segera merealisasikan pembangunan proyek.
“Kami percaya penandatanganan pada hari ini merupakan lompatan signifikan dalam perkembangan kerja sama proyek, dan kami optimis proyek ini dapat dijalankan tepat waktu,” ujarnya.
PTBA juga menegaskan kerja sama ini menjadi portofolio baru bagi perusahaan yang tidak lagi sekadar menjual batu bara, tetapi juga mulai masuk ke produk-produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.
Proyek Strategis Nasional ini akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun, dengan mendatangkan investasi asing dari Air Products sebesar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 triliun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga ditargetkan dapat memperbaiki neraca perdagangan RI.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek berganda, antara lain menarik investasi asing lainnya dan penggunaan porsi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
Oleh: Wilda Asmarini