Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018). – JIBI/Rachman
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan insentif dan sinergi badan usaha milik negara atau BUMN untuk mempercepat pemanfaatan panas bumi di dalam negeri.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan bahwa upaya mempercepat pengembangan energi panas bumi dilakukan dengan pengaturan tarif skema insentif.
Kemudian, program eksplorasi panas bumi dari pemerintah, sinergi BUMN antara PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Geo Dipa Energi (Persero), serta pemanfaatan geothermal fund dengan Kementerian Keuangan.
“[Selanjutnya] pengembangan panas bumi di Indonesia bagian timur, serta optimalisasi pada wilayah existing dengan pengembangan pembangkit skala kecil,” katanya saat media training panas bumi dan bisnis prosesnya, Sabtu (26/9/2021).
Terkait pengaturan tarif harga listrik dari panas bumi, saat ini pemerintah masih mengkaji kebijakan yang lebih menarik bagi investor. Upaya itu juga nantinya akan mengurangi pengeluaran pemerintah dalam subsidi listrik.
Skema insentif harga untuk bea masuk juga diupayakan oleh eksekutif. Tujuannya agar komponen pembangkit listrik dari luar negeri tidak dikenakan pajak masuk.
Selain itu, pemerintah telah memulai program eksplorasi panas bumi bersumber dari APBN. Langkah ini dinilai akan mempercepat pengembangan panas bumi, karena investor kerap enggan melakukan eksplorasi seiring tingginya risiko untuk mendapatkan panas bumi.
“Risiko dalam eksplorasi ini masih berkisar 90 persen. Masih sangat tinggi, dan pemerintah berinisiatif melakukan pengeboran eksplorasi dalam bentuk pengeboran slim hole,” terangnya.
Dia mencontohkan, pengeboran slim hole panas bumi CKK-01 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang telah dimulai sejak awal September 2021. Proyek government drilling itu juga dilakukan di Nage, Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai bahwa insentif diperlukan lantaran proyek pengembangan panas bumi memiliki tingkat risiko tinggi.
Menurutnya, seluruh insentif fiskal harus diterima para pengembang dengan cukup baik. Meski begitu, dia mendorong agar insentif lebih besar dengan memperhatikan sejumlah permasalahan di lapangan.
“Dari sisi investor, kami juga memikirkan uangnya [nilai investasi]. Kalau kami eksplorasi, operasi itu membutuhkan bertahun-tahun. Itu juga memengaruhi keekonomian sebuah lapangan. Bagaimana pemerintah membantu akses, sosial, dan pembebasan lahan,” ucapnya.
Author: Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi