Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)
Liputan6.com, Jakarta – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mencatat, hingga Agustus 2021, ada tambahan cadangan minyak dan gas (migas) sebesar 465,5 MMBOE dan penambahan penerimaan negara minimal USD 2,9 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Pencapaian itu diraih berkat pelaksanaan insentif hulu migas yang mendorong investor untuk segera melakukan proses pengembangan lapangan minyak dan gas, serta pemutakhiran cadangan melalui persetujuan POD OPL dan OPLL.
Pemberian insentif hulu migas juga mendongkrak realisasi investasi pemboran dan fasilitas produksi sebesar USD 3,5 miliar atau sekitar Rp 50 triliun. Meliputi pemboran 88 sumur pengembangan, 15 sumur injeksi, 32 reaktivasi sumur, 1 sumur step out dan konstruksi serta pemasangan fasilitas produksi.
Sedang manfaat yang diterima Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yakni adanya peningkatan pendapatan KKKS sebesar USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,75 triliun.
Dwi menilai, insentif turut meningkatkan daya saing investasi dan iklim investasi hulu migas Indonesia menjadi lebih menarik. Insentif juga dianggap menjaga produksi minyak dan gas pada tahun-tahun mendatang karena turut meningkatkan cadangan migas.
“Dan insentif nyata-nyata memberikan dampak positif karena menambah penerimaan negara minimal Rp 41 triliun, serta mampu menjadi katalis positif bagi industri hulu di tengah pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kinerja operasional hulu migas,” kata Dwi dalam keterangan tertulis, Kamis (2/9/2021).
Dengan adanya fakta-fakta positif tersebut, SKK Migas bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM disebutnya terus menerus mengkaji insentif-insentif lain yang bisa diberikan untuk mendorong kinerja industri hulu migas yang lebih baik.
Lebih lanjut, Dwi menyampaikan isu utama pembahasan insentif hulu migas bukan pada pengorbanan hak negara. Isu utamanya adalah bagaimana agar potensi produksi hulu migas dapat dimaksimalkan.
“Indonesia memiliki 128 cekungan. Yang sudah berproduksi baru 20 cekungan. Untuk mengusahakan cekungan lainnya, dibutuhkan pengkondisian agar cekungan yang belum berproduksi dapat segera dilakukan kegiatan. Sebagai industri dengan resiko tinggi dan membutuhkan investasi yang besar, maka perlu kebijakan yang mampu menarik investor menanamkan modalnya,” tuturnya.
Multiplier Effect
PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) melakukan pemboran sumur minyak dan gas (migas) eksplorasi dan pengembangan di wilayah kerja Regional 3 Kalimantan. (Dok Pertaminan)
Penjelasan Dwi diperkuat oleh Hasil Studi yang mengatakan setiap investasi di hulu migas sebesar USD 1 miliar akan menciptakan multiplier effect dalam menciptakan lapangan kerja baru dan melibatkan sekitar 100 ribu lapangan pekerjaan. Dan itu telah berkontribusi bagi industri hulu migas untuk menyerap sekitar 350 ribu tenaga kerja.
“Ini tentu berkontribusi positif bagi hulu migas lainnya yang diberikan dalam membantu pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan saat pandemi seperti ini. Selain itu, tentunya akan menumbuhkan industry nasional yang akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional,” ungkap Dwi.
Kemudian Dwi menambahkan, kata kunci dalam upaya peningkatan produksi migas adalah bagaimana meningkatkan daya saing, yang dengan investasi yang masuk dimasa yang akan datang akan menghasilkan pendapatan.
“Dari sini, kemudian potensi penerimaan negara yang belum diterima karena dijadikan insentif, maka seiring waktu potensi tersebut dapat direalisasikan ditambah tambahan penerimaan yang baru,” pungkas Dwi.
Oleh: Maulandy Rizki Bayu Kencana