BPH Migas mendorong lebih banyak didirikan Pertashop di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. (Foto: BPH Migas)
Jakarta, CNN Indonesia — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memastikan ketersediaan dan penyaluran BBM aman dan tercukupi selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang menyebabkan penurunan konsumsi BBM, khususnya pengisian BBM di SPBU.
BPH Migas menegaskan, distribusi BBM tetap berjalan lancar dan normal, khususnya untuk mendukung operasional sektor esensial dan kritikal yang tetap beroperasi.
Guna memastikan ketersediaan BBM, Komite BPH Migas M. Lobo Balia beserta tim mengadakan kunjungan ke lapangan distribusi BBM di beberapa SPBU di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 22-23 Juli 2021. Hasilnya, dipastikan distribusi berjalan normal seperti biasa, tidak ada kelangkaan maupun antrian.
Dalam kesempatan itu, Lobo Balia mengungkapkan bahwa selama PPKM Darurat ini BPH Migas telah berkoordinasi dengan Pertamina dan badan usaha lain untuk menjamin kelancaran pasokan BBM, tidak hanya di Jawa-Bali, tetapi di seluruh wilayah Indonesia.
“BBM adalah masuk sektor kritikal yang masih bisa beroperasi secara normal, oleh karena itu, kami (BPH Migas) meminta kepada Pertamina dan Badan Usaha Niaga BBM lain untuk tetap meberikan pelayanan kepada masyarakat, tentunya dengan penerapan prokes untuk pencegahan penyebaran Covid-19,” ungkap Lobo Balia.
Di SPBU 64.711.03 Jl A.Yani KM 94, Desa Pulau Pinang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, sebagai salah satu SPBU yang berada di wilayah dekat dengan tambang Batu Bara terjadi kenaikan konsumsi BBM akibat aktivitas penambangan yang meningkat tajam seiring harga batu bara.
Sales Area Manager (SAM) Kalselteng PT. Pertamina (Persero) Drestanto Nandiwardhana mengungkapkan, agar kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) solar subsidi yang ditetapkan BPH Migas tidak over kuota dan tepat sasaran, maka diatur hanya 3 dari 7 SPBU di Kabupaten Tapin yang menjual solar subsidi.
“Kita minta truk pengangkut batu bara agar menggunakan solar non subsidi sehingga tidak terjadi antrean dan kelangkaan BBM jenis solar subsidi,” kata Drestanto.
Lobo Balia kemudian menyatakan apresiasi terhadap PT. Pertamina Kalsel yang melarang truk pengangkut batu bara menggunakan solar subsidi, serupa kepada masyarakat setempat yang memilih BBM Non Subsidi jenis pertamax daripada pertalite atau premium.
“Kami apresiasi Pertamina Kalsel yang melarang truk pengangkut batu bara menggunakan solar subsidi, ini harus bisa diterapkan di daerah lain penghasil tambang sehingga kuota JBT dan JBKP yang ditetapkan oleh BPH Migas tidak overkuota, tepat sasaran, serta tidak ada antrian dan kelangkaan di SPBU,” katanya.
Lobo Balia kemudian melanjutkan peninjauan ke Pertashop Desa Cindai Alus, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar. Pertashop ini memiliki dual modular, menyediakan BBM pertamax dan dexlite (solar non subsidi). Penanggung jawab Pertashop, Sarif, mengatakan sejak dibuka 3 bulan lalu, pertashop menjual sekitar 600-700 liter per hari untuk Pertamax dan 200 liter per hari untuk Dexlite.
Menurutnya, Pertashop memberi banyak manfaat. “Selain lebih mudah perizinannya dan modal yang lebih kecil dibanding SPBU, margin atau keuntungan yang diberikan juga lebih besar, dua kali lipat dari margin SPBU,” kata Sarif.
Sales Area Manager (SAM) Kalselteng Pertamina Drestanto Nandiwardhana menyebut, Perashop adalah peluang bisnis yang juga menjamin ketersediaan BBM di lokasi yang jauh dari SPBU, dalam volume yang lebih kecil. Dia pun mendorong pendirian lebih banyak Pertashop.
“Di Kalsel kita memiliki pasar 700-800 liter per hari dan untuk weekend bisa mencapai 900 liter per hari, jika kita tidak ada Pertashop dan hanya mengandalkan SPBU, kita tidak akan balik modal, bahkan bisa bangkrut. Saat ini di Kalselteng ada 81 Pertashop yang telah beroperasi dan kita targetkan 100 outlet beroperasi sebelum peringatan Kemerdekaan RI ke 76, 17 Agustus 2021,” ungkapnya.